Medan, 21 Mei 2025
Media Tipikor Indonesia
Pengamat Tanah Ulayat Nasional, Rules Gajah, S.Kom, mengeluarkan pernyataan tegas terkait maraknya praktik penyerahan tanah ulayat kepada perusahaan, khususnya yang mengelola Hak Guna Usaha (HGU). Menurutnya, masyarakat adat harus bersatu menjaga hak atas tanah mereka dan tidak terbuai janji manis dari pihak korporasi.
“Untuk tanah ulayat, jangan sekali-kali memberikan haknya kepada perusahaan, terutama yang mengatasnamakan sebagai pengelola HGU. Janji untuk mengembalikan tanah setelah HGU berakhir adalah kebohongan. Termasuk melalui skema plasma, kita tidak boleh percaya begitu saja,” ujar Rules Gajah saat ditemui di Medan,Selasa (20/5).
Pernyataan ini mengacu pada Undang-Undang Pokok Agraria No. 5 Tahun 1960 yang secara eksplisit mengakui dan menghormati hak ulayat masyarakat hukum adat. Namun dalam praktiknya, banyak tanah ulayat diserahkan kepada perusahaan melalui berbagai skema kemitraan yang merugikan masyarakat adat.
Menurut Rules, banyak perusahaan menggunakan dalih pengembangan ekonomi, kemitraan plasma, atau investasi jangka panjang sebagai cara merebut tanah adat. “Sekali tanah ulayat diberikan, sangat sulit dikembalikan. Yang rugi adalah anak cucu kita nanti,” tegasnya.
Ia mendesak pemerintah agar memperketat pengawasan terhadap penerbitan HGU di atas tanah adat, serta merevisi regulasi yang lemah dan membuka celah bagi perampasan hak masyarakat adat.
Tanah ulayat bukan hanya soal ekonomi, tapi juga identitas, sejarah, dan kelangsungan budaya. Rules mengajak seluruh elemen masyarakat adat untuk memperkuat posisi tawar dan memperjuangkan pengakuan hukum atas wilayah mereka secara menyeluruh.
Tentang Tanah Ulayat dan UU Agraria:
UU No. 5 Tahun 1960 (UUPA) Pasal 3 menyebutkan bahwa pelaksanaan hak ulayat dan hak serupa dari masyarakat hukum adat harus sedemikian rupa sehingga sesuai dengan kepentingan nasional dan negara, berdasarkan persatuan bangsa, serta tidak bertentangan dengan undang-undang dan peraturan lainnya. Namun dalam implementasi, pengakuan terhadap hak ulayat masih minim dan rawan dikaburkan oleh kepentingan korporasi.
(Humas/Red)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar